Guru adalah profil yang patut digugu dan ditiru.
Digugu karena ilmu yang diberikan guru sangat bermanfaat bagi siswanya
untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Ditiru karena keteladanan sikap dan prilaku guru yang baik.
Kalimat di atas tidak asing lagi bagi orang yang pernah belajar pada guru di sekolah. Digugu dan ditiru
hanyalah dua istilah sebagai landasan filosofi hidup yang perlu
diterapkan oleh guru dalam kehidupannya sehari-hari. Akan tetapi, guru
juga memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai manusia biasa. Dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, seorang guru hanya menampilkan sifat manusiawinya dan bukan malaikat.
Guru yang dianggap orang yang serba tahu ternyata memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan.
Itu makanya, seorang guru harus lebih banyak belajar di samping harus
melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan pelatih. Jika memiliki
kekurangan dan keterbatasan dalam menghadapi siswa, tentu lebih
bijaksana untuk mengakuinya secara jujur. Tidak sok tahu di depan
siswa-siswanya.
Kejujuran guru di depan siswa tidak akan menjatuhkan harga dirinya.
Justru sebaliknya, akan menaikkan harkat guru itu sendiri. Selain itu
akan menyadarkan para siswa bahwa guru juga manusia.
Sebaliknya, sikap sok tahu dan egois yang ditunjukkan guru di depan
siswa akan menyebabkan siswa berfikiran yang kurang baik terhadap guru.
Baru belajar memulai di dunia maya sebatas sebagai tempat curhat insan manusia semoga bermanfaat
Sabtu, 01 Desember 2012
dari UKG sampai PKG
Sepertinya, para guru di negeri ini, khususnya yang sudah
disertifikasi, belum akan khusuk
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik profesional. Kompetensi para guru
profesional kembali akan diuji setelah pengujian melalui uji kompetensi guru (
UKG ).
Seperti sudah diketahui,
beberapa waktu lalu telah dilakukan UKG sebanyak dua tahap. UKG tahap dua
dinilai lancar dan sukses jika dibandingkan UKG tahap sebelumnya. Lancar dan
suksesnya UKG ditinjau dari proses
pelaksanaanya. Di pihak siswa,
proses UKG ini telah mengharuskan guru meninggalkan siswanya di sekolah secara
bergiliran sesuai jadwal masing-masing. Mau tidak mau guru harus mendahulukan
UKG ketimbang melaksanakan tugas pokoknya bersama siswa di ruang kelas. Coba bayangkan, di daerah tertentu, guru yang mengajar di pedesaan harus
mengikuti UKG di pusat kota kabupaten. Sementara siswa terpaksa ditinggalkan oleh
guru secara bergiliran.
Pada tahun 2013 yang akan
datang, pemerintah melalui Kementrian pendidikan dan Kebudayaan, kembali akan
menguji kompetensi guru melalui tajuk menguji dan mengukur kinerja guru.
Seperti yang admin peroleh melalui sebuah sumber, penilaian kinerja guru (PKG)
akan dilakukan terhadap guru secara individual seperti yang diterapkan pada
UKG.
Ada yang menarik dari rencana
pengukuran dan penilaian kinerja guru. PKG lebih terfokus pada performa atau
penampilan guru di lapangan. Hal ini memamng patut disambut dengan baik oleh
semua guru. Pertama, guru bisa membuktikan bahwa keberhasilan pada UKG akan
diuji praktiknya di lapangan. Disini, performa guru profesional sangat
ditantang. Kedua, siswa tidak lagi alkan ditinggalkan oleh guru seperti halnya
pada UKG.
Untuk menghadapi PKG yang akan
datang, pihak kementrian pendidikan dan
klebudayaan sudah menyiapkan instrumeen penilaian dan pengukuran kinerja guru.
Indikator penilaian yang sangat kental adalah kedatangan guru di sekolah, efektifitas guru dalam
mengajar yang dibuktikan dengan prestasi belajar siswa.*
8 CIRI GURU YANG BAIK
8 ciri guru yang baik – Mungkin saja sobat pernah membaca sebuah buku yang termashur dimana-mana karya Thomas Gordon. Seorang penyelenggara kursus-kursus keterampilan yang terkenal di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang berjudul: Teacher Effectiveness Training, mengemukakan 8 (delapan) definisi guru yang baik. Uniknya, definisi ini justru diambil dari mitos umum tentang guru dan pengajaran.
Kedelapan mitos guru yang baik itu adalah:
1. Tenang dan tidak menunjukkan emosi yang menyala,
2. Tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada peserta didiknya,
3. Dapat menyembunyikan perasaannya dari peserta didik,
4. Memandang semua peserta didik sama,
5. Mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, bebas, motivator, dan semangat,
6. Konsisten, tidak berubah-ubah pendirian dan jarang melakukan kesalahan,
7. Pandai, bijaksana dalam memperlakukan siswa dan mampu menjawab pertanyaan siswa,
8. Sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada peserta didik.
Dari delapan mitos tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang baik
harus lebih dalam segala hal: lebih mengerti, lebih memiliki ilmu
pengetahuan, lebih sempurna dari orang-orang pada umumnya. Kelompok yang
menerima mitos ini beranggapan bahwa mengajar berarti upaya mengatasi
kelemahan manusia. Anggapan ini menuntut seorang guru melampaui batas
sifat-sifat manusiawinya.
Sebagai
manusia biasa guru juga memiliki keterbatasan, kelemahan dan kekurangan.
Itu artinya, di dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan
pembimbing, sifat-sifat manusiawinya akan selalu muncul. Oleh sebab itu
guru selalu berupaya meningkatkan kualitas diri dan profesionalismenya secara bertahap. Misalnya melalui program penataran/pelatihan dan kualifikasi.***
GURU SEBAGAI DESAINER PEMBELAJARAN
Dalam pemandangan sehari-hari di sekolah tidak lagi menjadi hal yang asing jika seorang guru menenteng tas besar dan cukup berat. Di dalam tas tersebut ada laptop dan sejumlah dokumen pembelajaran. Konon ini menjadi ciri khas guru profesional. Akan menjadi asing bila seorang guru tidak membawa perangkat apapun ke dalam kelas, kecuali alat tulis dan beberapa catatan kecil di kantong celana. Konon juga, ini pertanda guru tidak profesional. Benarkah?
Melaksanakan pembelajaran di ruang kelas
sebenarnya adalah menerapkan rancangan atau disain pembelajaran yang telah
dibuat sebelumnya. Rancangan pembelajaran tersebut, idealnya memang dalam
bentuk tertulis. Hal ini sekaligus akan berfungsi sebagai bukti fisik bahwa
guru telah nyata-nyata menyusun program pembelajaran.
Dalam
praktik sehari-hari, sering kali terjadi penyimpangan antara desain pembelajaran
dengan pelaksanaannya. Artinya, proses yang dijalankan guru tidak sesuai dengan
desain yang telah dibuat sebelumnya. Di dalam kelas, guru tidak dapat
melaksanakan programnya dengan baik karena kondisi kelas kurang kondusif. Untuk
memarahi dan menasihati siswa saja, sudah habis waktu sekian menit. Hal ni
dialami oleh guru profesional yang kurang mampu menguasai dinamika kelas dengan
baik.
Guru
sudah capek menyusun perangkat pembelajaran dalam bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Kegiatan perancangan yang dilakukan antara lain menetapkan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai, materi pelajaran, strategi dan metode, serta
penilaian pembelajaran. Namun RPP itu hanya
menjadi agenda mati saja. Bahkan hanya sekadar bukti fisik bahwa guru sudah
merancang pembelajaran.
Melencengnya
antara rencana dan pelaksanaan pembelajaran masih dapat dimaklumi jika masih
dalam batas normal. Hal ini wajar karena
guru menghadapi siswa yang dinamis dan bukan benda mati yang bisa diutak-atik
sesuka hati. Oleh sebab itu, keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran
sangat dibutuhkan.
Sebagai desainer
pembelajaran,
keterampilan guru tidak hanya sekadar menciptakan sebuah rancangan pembelajaran
yang bagus. Lebih dari itu, desain pembelajaran yang dibuat haruslah dapat
dilaksanakan (aplicable). Rancangan pembelajaran didesain betul-betul sesuai
dengan kondisi sekolah, karakter siswa dan lingkungan belajar. Jika guru hanyalah sekadar desainer
copy-paste, kemungkinan besar akan terjadi ketimpangan antara rancangan
pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran di ruang kelas. Mengapa? Kondisi
setiap sekolah akan berbeda-beda sehingga terdapat perbedaan khusus dalam
perancangan pembelajaran.*
pendidikan karakter sekolah
Upaya membangun karakter bangsa sejak dini melalui jalur pendidikan dianggap sebagai langkah yang tepat. Mulai tahun pelajaran 2010/2011, pendidikan karakter telah diselipkan kedalam struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Setiap sekolah merumuskan bagaimana konsep pendidikan karakter yang tertuang dalam kurikulum sekolah masing-masing.
Persoalannya adalah bagaimana penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum tersebut. Apakah mesti ada mata pelajaran khusus pendidikan karakter, atau apakah mesti diintegrasikan kedalam materi pelajaran masing-masing mata pelajaran? Ataukah kita tunggu saja metode lain yang lebih jitu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah?
Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun, ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya, perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.
Tentu saja cukup beraneka ragam metode pembiasaan yang diterapkan di setiap sekolah. Semua yang dilakukan oleh warga sekolah tersebut bertujuan untuk membangun karakter bangsa. Namun yang lebih penting lagi adalah keteladanan dari pengelola pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga administratif tidak cukup hanya dengan menghimbau agar siswa rapi berpakaian, mematuhi disiplin sekolah, sopan santun terhadap sesama teman dan terhadap guru.
Landasan pemikiran metode pembiasaan dan keteladanan adalah kecenderungan anak usia sekolah untuk meniru mode dan kebiasaan yang lagi ngetrend di lingkungannya. Siswa sangat getol meniru mode rambut, pakaian, ucapan dan tingkah laku unik. Kadang-kadang hal tersebut bertentangan dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya dan aturan serta tata tertib siswa di sekolah pada khususnya . ***
Persoalannya adalah bagaimana penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum tersebut. Apakah mesti ada mata pelajaran khusus pendidikan karakter, atau apakah mesti diintegrasikan kedalam materi pelajaran masing-masing mata pelajaran? Ataukah kita tunggu saja metode lain yang lebih jitu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah?
Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun, ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya, perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.
Tentu saja cukup beraneka ragam metode pembiasaan yang diterapkan di setiap sekolah. Semua yang dilakukan oleh warga sekolah tersebut bertujuan untuk membangun karakter bangsa. Namun yang lebih penting lagi adalah keteladanan dari pengelola pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga administratif tidak cukup hanya dengan menghimbau agar siswa rapi berpakaian, mematuhi disiplin sekolah, sopan santun terhadap sesama teman dan terhadap guru.
Landasan pemikiran metode pembiasaan dan keteladanan adalah kecenderungan anak usia sekolah untuk meniru mode dan kebiasaan yang lagi ngetrend di lingkungannya. Siswa sangat getol meniru mode rambut, pakaian, ucapan dan tingkah laku unik. Kadang-kadang hal tersebut bertentangan dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya dan aturan serta tata tertib siswa di sekolah pada khususnya . ***
Kamis, 22 November 2012
psikologi pendidikan
Pendidikan
adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.
Sedangkan Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Dari batasan di atas terlihat
adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan
belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi
pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah
soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Mendorong Tindakan-tindakan Belajar
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Mendorong Tindakan-tindakan Belajar
Demikian juga, subjek didik sering
dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan
pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan
yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan
semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif.
Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
Rabu, 21 November 2012
PERAN MEDIA PEMBELAJARAN
Media Pembelajaran : Peran media pembelajaran
Dunia pendidikan
dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat karena mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dilandasi dengan peningkatan iman dan taqwa.
Kemajuan ini bertitik tolak dari pemakaian High Technology (teknologi tinggi)
berupa pemakaian perangkat ICT (Information and Comunication of Technology/Teknologi
dan Informasi Komunikasi).
Pembaharuan
pendidikan dan pengajaran mengalami penyempurnaan baik dari segi kurikulum,
metode maupun media pengajaran yang bertujuan membentuk anak didik berkualitas,
kreatif dan dapat mengikuti perkembangan ICT.
Oleh sebab itu
untuk membantu siswa dan guru agar lebih memahami konsep-konsep fisika dalam
kehidupan sehari-hari, maka harus dibuat visualisasi materi melalui mediakomputer yang berbasis ICT. Dengan penggunaan perangkat ICT ini diharapkan
dapat membantu memantapkan konsep fisika pada siswa dalam kegiatan belajar
mengajar, atau pun sebagai alat bantu pembelajaran siswa di rumah setelah suatu
topik diajarkan oleh guru di sekolah.
Pada saat ini
komputer sudah sangat memasyarakat dan semua sekolah telah memiliki perangkat
komputer, baik digunakan untuk administrasi sekolah maupun untuk media
pembelajaran di kelas. Dengan media komputer mempermudah guru dalam mengajarkan
materi-materi yang bersifat abstak dan membantu siswa dalam mempelajari materi
tersebut.
Penggunaan media
komputer dalam proses belajar-mengajar merupakan salah satu alternatif guru
untuk menyeragamkan media pengajaran sehingga merangsang siswa dalam berpikir,
perhatian, perasaan dan minat siswa untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar-mengajar yang timbal balik antara guru dan siswa.
Adapun peran media pembelajaran antara lain :
- Memperjelas penyajian materi agar tidak hanya bersifat verbal (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan)
- Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, karena menurut para ahli kemampuan daya serap manusia dalam memahami masalah dengan panca indera yaitu : 1) Telinga (pendengaran) 13 %, 2) Mata (penglihatan) 75 %, 3) Hidung (penciuman) 3 %, 4) Kulit 6 %, 5) Lidah (rasa) 3 %
- Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif anak didik
- Menghindari kesalahpahaman terhadap suatu objek dan konsep
- Menghubungkan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Kelemahan-kelemahan
yang ditemukan antara lain : tayangan terlalu cepat, mata cepat lelah, gambar
kurang tajam, waktu yang sedikit. Kelemahan ini diperbaiki dengan pengaturan
waktu penanyangan dan pengggunaan penampilan gambar yang lebih baik.
Diharapkan dengan
adanya media pembelajaran ini dapat meningkatkan minat siswa untuk
mempelajari fisika maupun ilmu-ilmu lainnya yang terasa susah dipahami.
Akhir kata,
semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
MODEL PEMBELAJARAN KREATIF
Metodologi Pembelajaran : Model Pembelajaran Kreatif
Kali ini akan dipaparkan beberapa macam model pembelajaran kreatif. Sangat penting untuk mempelajari model-model pembelajaran, mengingat akan karakter siswa yang berbeda tentunya mereka juga memiliki minat dan potensi berbeda pula. Untuk menggali potensi siswa perlu ada selingan model pembelajaran yang dipake oleh guru. Berikut ini beberapa model pembelajran kreatif :
A. Role Playing
Kali ini akan dipaparkan beberapa macam model pembelajaran kreatif. Sangat penting untuk mempelajari model-model pembelajaran, mengingat akan karakter siswa yang berbeda tentunya mereka juga memiliki minat dan potensi berbeda pula. Untuk menggali potensi siswa perlu ada selingan model pembelajaran yang dipake oleh guru. Berikut ini beberapa model pembelajran kreatif :
A. Role Playing
Langkah-langkah:
- Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
- Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM
- Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
- Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
- Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
- Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan
- Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
- Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
- Guru memberikan kesimpulan secara umum
- Evaluasi
- Penutup
B. Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah :
- Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
- Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
- Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
- Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
- Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
- Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
- Evaluasi
- Penutup
C.Talking Stick
Langkah-langkah :
- Guru menyiapkan sebuah tongkat
- Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
- Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
- Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
- Guru memberikan kesimpulan
- Evaluasi
- Penutup
D. Bertukar Pasangan
Langkah-langkah :
- Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya
- Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
- Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
- Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
- Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
E. Snawball Throwing
Langkah-langkah :
- Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
- Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
- Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
- Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
- Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
- Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
- Evaluasi
- Penutup
F. Facilitator And Explaining
Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah :
- Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
- Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
- Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
- Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
- Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
- Penutup
G. Course Review Horay
Langkah-langkah :
- Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
- Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
- Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
- Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masing-masing siswa
- Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda silang (x)
- Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
- Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
- Penutup
H. Demonstration
(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen)
Langkah-langkah :
- Guru menyampaikan TPK
- Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan
- Siapkan bahan atau alat yang diperlukan
- Menunjukan salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan
- Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisa
- Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan
- Guru membuat kesimpulan
I. Explicit Intruction/Pengajaran Langsung(Rosenshina & Stevens, 1986)
Pembelajaran langsung
khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan
prosedur dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangklah
Langkah-langkah :
- Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
- Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
- Membimbing pelatihan
- Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
- Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
J. Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)/Kooperatif Terpadu Membaca Dan Menulis(Steven & Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
- Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
- Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
- Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
- Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
- Guru membuat kesimpulan bersama
- Penutup
K. Inside-Outside-Circle/Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Spencer Kagan)
“Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur”
Langkah-langkah :
- Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
- Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
- Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
- Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
- Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya
L Tebak Kata
Buat kartu ukuran 10X10
cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada
jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
Buat kartu ukuran 5X2
cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini
nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga.
Langkah-langkah :
- Jelaskan TPK atau materi ± 45 menit
- Suruhlah siswa berdiri didepan kelas dan berpasangan
- Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
- Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
- Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
Dan seterusnya
CONTOH KARTU
Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas
Dimiliki oleh 1 orang
Struktur organisasinya tidak resmi
Bila untung dimiliki,diambil sendiri
NAH … SIAPA … AKU ?
JAWABNYA : PERUSAHAAN PERSEORANGAN
|
M. Word Square
MEDIA : Buat kotak sesuai keperluan dan buat soal sesuai TPK
Langkah-langkah :
- Sampaikan materi sesuai TPK
- Bagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
- Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban
- Berikan poin setiap jawaban dalam kotak :
CONTOH SOAL
- Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …….
- ……. Digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
- Uang ……. Saat ini banyak di palsukan
- Nilai bahan pembuatan uang disebut …….
- Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai …….
- Nilai perbandingan uang dalam negara dengan mata uang asing disebut …….
- Nilai yang tertulis pada mata uang disebut nilai …….
- Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut motif …….
- Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening ke bank untuk membayar sejumlah uang disebut …….
T
|
Y
|
E
|
N
|
I
|
O
|
K
|
N
|
R
|
A
|
U
|
A
|
N
|
K
|
U
|
O
|
A
|
B
|
A
|
R
|
T
|
E
|
R
|
M
|
N
|
A
|
N
|
I
|
R
|
R
|
S
|
I
|
S
|
D
|
G
|
I
|
I
|
T
|
G
|
N
|
A
|
O
|
N
|
L
|
S
|
A
|
I
|
A
|
K
|
L
|
A
|
A
|
I
|
S
|
R
|
L
|
S
|
A
|
C
|
E
|
K
|
B
|
O
|
S
|
I
|
R
|
I
|
N
|
G
|
G
|
I
|
T
|
MASALAH PENDIDIKAN
Semakin tertinggalnya pendidikan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih
termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya permasalahan pendidikan yang
muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita :
1. Kurikulum
Kurikulum kita yang dalam jangka
waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap
saja. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan
formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang
terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya
bukunya. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi
kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh
kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap
kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan
yang kita tempuh
2. Biaya
Banyak masyarakat yang memiliki
persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak
pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas
konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti
diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri
seolah membiarkan saja dan lepas tangan. Apa mereka sudah mengenyam
pendidikan?? Akhir-akhir ini pemerintah dalam sistem pendidikan yang baru akan membagi
pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal
mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan
finansial siswa. Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.
3. Tujuan pendidikan
Katanya pendidikan itu mencerdaskan,
tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Lihat saja kualitas pendidikan
kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak
ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari
masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang-
Undang
DPR RI telah mensahkan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang. Namun,
disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan mahasiswa yang
khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia pendidikan. Segala aspirasi dan masukan,
sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP. UU BHP ini akan menjadi kerangka besar
penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang.
5. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Kedua, aspek yuridis. UN hanya
mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan
secara sepihak oleh pemerintah. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan,
pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.
Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang
diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada
tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun
2004/2005. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan
finansial dana UN.
6. Kerusakan Fasilitas
sekolah Nanang Fatah, pakar
pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60 persen
bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak
mencapai 50 persen. Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia
bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun
2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank
Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.
MENJADI GURU MASA DEPAN
Menjadi Guru Masa Depan – Judul posting kali ini
terkesan futuristik karena berbau masa depan. Apakah ini berlebihan,
saya tidak tahu. Tetapi tulisan ini terilhami sebuah artikel berhasa
Arab di situs alwasatnews.com.
Dalam artikel tersebut terdapat sebuah kalimat yang mengingatkan saya
tentang mempersiapkan generasi penerus bangsa. Berbicara tentang
generasi penerus bangsa maka tidak dapat dipisahkan dengan proses
pendidikan sekarang. Dan lebih khusus lagi, kalimat yang tertuang dalam
kutipan tersebut adalah sebuah tuntutan untuk menjadi guru masa depan bagi siswa-siswanya.
Kalimat yang saya maksudkan adalah ucapan Imam Ali bin Abi Thalib,
sahabat dan sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW. Selengkapnya berbunyi :
Kutipan ucapan Imam Ali yang merupakan tuntutan menjadi guru masa depan tersebut sesungguhnya ada yang lebih lengkap, yaitu :
Keadua kutipan di atas jika diartikan secara bebas dan dalam kontek pendidikan maka berarti “Wahai para guru, didik dan persiapkanlah anak didikmu dengan ilmu yang berbeda dengan ilmumu saat ini. Karena sesungguhnya mereka dicptakan untuk masa depan yang berbeda dengan zamanmu sekarang”
Kita para guru tentu tidak dapat mengelak dari tugas yang hebat ini karena substansi pendidikan adalah memang demikian. Yaitu mempersiapkan anak-anak didik kita untuk hidup sesuai masanya. Apa yang kita berikan hari ini kepada mereka bukanlah untuk bekal hidup mereka hari ini, melainkan bekal hidup mereka kelak setelah mereka dewasa. Maka dari itu, guru harus benar-benar menjadi guru masa depan bagi para siswanya.
Dalam kontek menjadi guru masa depan ini maka kita harus benar-benar kompeten dan menguasai hal-hal yang dibutuhkan demi mempersiapkan anak didik agar benar-benar survive pada masanya. Kesalahan proses pendidikan hari ini maka sama halnya kita telah membunuh segala macam potensi yang dimiliki anak didik untuk bekal hidupnya ketika mereka benar-benar tiba waktunya.
Menjadi guru masa depan memang tidak mudah. Ada banyak hal yang harus mendukung untuk terbentuknya sosok guru yang mampu mempersiapkan anak didik sehingga bisa survive pada saat mereka dewasa dan tiba waktunya mengambil alih zaman.
Pertama, dari sudut guru itu sendiri. Untuk bisa menjadi guru masa depan maka kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tidak mungkin kita hanya tampil apa adanya. Guru harus bisa menggali banyak hal untuk diberikan kepada anak didiknya. Apa yang diberikan kepada anak didik adalah sesuatu yang berguna di waktu yang akan datang. Sangat tidak tepat jika yang diberikan adalah untuk menjawab hari ini sementara mereka berada dalam tantangan hidup di waktu yang akan datang.
Kreatif, inovatif, inspiratif, berpikiran maju dan visioner adalah beberapa hal di antara banyak hal lainnya yang diperlukan untuk menjadi guru masa depan.
Kedua, dari sudut kurikulum. Ibarat kereta api, kurikulum merupakan rel kereta pendidikan. Kearah mana pendidikan berjalan sangat tergantung kepada kearah mana rel menghantarkan gerbong-gerbong pendidikan tersebut. Oleh karenanya, kurikulum seharusnya disusun dan dirumuskan dengan cermat dan dipersiapkan untuk menjawab masa depan. Kurikulum pendidikan seharusnya tidak sekedar memberikan daftar materi pelajaran, melainkan juga merumuskan bagaimana mempersiapkan para anak didik mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik di setiap waktunya.
Guru dan kurikulum harus benar-benar dapat memacu tumbuh kembangnya kemampuan anak didik mengeksplor semua potensi yang dimiliki hingga batas maksimal.
Di samping kedua hal diatas, tentu masih ada hal-hal lain yang diperlukan guna mempersiapkan anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Sarana dan prasarana yang memadai mutlak diperlukan. Laboratorium dan perpustakaan harus bisa menjadi media bagi siswa untuk mengembangkan diri.
Maju terus guru Indonesia. Bekali diri kita dengan elemen-elemen yang diperlukan untuk menjadi guru masa depan bagi anak didik kita.
Jika Anda hendak menambahkan konten, silahkan ditulis dalam form komentar yang ada di bawah artikel Menjadi Guru Masa Depan ini.
علموا أولادكم فإنهم خلقوا لزمان غير زمانكم
Artinya : “Didiklah anak-anakmu, karena sesungguhnya mereka diciptakan untuk sebuah zaman yang zaman itu berbeda dengan zamanmu”.Kutipan ucapan Imam Ali yang merupakan tuntutan menjadi guru masa depan tersebut sesungguhnya ada yang lebih lengkap, yaitu :
علموا أولادكم غير ما علمتم، فإنهم خلقوا لزمان غير زمانكم
Artinya : “Didiklah anak-anakmu dengan sesuatu yang berbeda dari
apa yang sudah kamu ketahui, karena sesungguhnya mereka diciptakan untuk
sebuah zaman yang zaman itu berbeda dengan zamanmu”.Keadua kutipan di atas jika diartikan secara bebas dan dalam kontek pendidikan maka berarti “Wahai para guru, didik dan persiapkanlah anak didikmu dengan ilmu yang berbeda dengan ilmumu saat ini. Karena sesungguhnya mereka dicptakan untuk masa depan yang berbeda dengan zamanmu sekarang”
Kita para guru tentu tidak dapat mengelak dari tugas yang hebat ini karena substansi pendidikan adalah memang demikian. Yaitu mempersiapkan anak-anak didik kita untuk hidup sesuai masanya. Apa yang kita berikan hari ini kepada mereka bukanlah untuk bekal hidup mereka hari ini, melainkan bekal hidup mereka kelak setelah mereka dewasa. Maka dari itu, guru harus benar-benar menjadi guru masa depan bagi para siswanya.
Dalam kontek menjadi guru masa depan ini maka kita harus benar-benar kompeten dan menguasai hal-hal yang dibutuhkan demi mempersiapkan anak didik agar benar-benar survive pada masanya. Kesalahan proses pendidikan hari ini maka sama halnya kita telah membunuh segala macam potensi yang dimiliki anak didik untuk bekal hidupnya ketika mereka benar-benar tiba waktunya.
Menjadi guru masa depan memang tidak mudah. Ada banyak hal yang harus mendukung untuk terbentuknya sosok guru yang mampu mempersiapkan anak didik sehingga bisa survive pada saat mereka dewasa dan tiba waktunya mengambil alih zaman.
Pertama, dari sudut guru itu sendiri. Untuk bisa menjadi guru masa depan maka kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tidak mungkin kita hanya tampil apa adanya. Guru harus bisa menggali banyak hal untuk diberikan kepada anak didiknya. Apa yang diberikan kepada anak didik adalah sesuatu yang berguna di waktu yang akan datang. Sangat tidak tepat jika yang diberikan adalah untuk menjawab hari ini sementara mereka berada dalam tantangan hidup di waktu yang akan datang.
Kreatif, inovatif, inspiratif, berpikiran maju dan visioner adalah beberapa hal di antara banyak hal lainnya yang diperlukan untuk menjadi guru masa depan.
Kedua, dari sudut kurikulum. Ibarat kereta api, kurikulum merupakan rel kereta pendidikan. Kearah mana pendidikan berjalan sangat tergantung kepada kearah mana rel menghantarkan gerbong-gerbong pendidikan tersebut. Oleh karenanya, kurikulum seharusnya disusun dan dirumuskan dengan cermat dan dipersiapkan untuk menjawab masa depan. Kurikulum pendidikan seharusnya tidak sekedar memberikan daftar materi pelajaran, melainkan juga merumuskan bagaimana mempersiapkan para anak didik mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik di setiap waktunya.
Guru dan kurikulum harus benar-benar dapat memacu tumbuh kembangnya kemampuan anak didik mengeksplor semua potensi yang dimiliki hingga batas maksimal.
Di samping kedua hal diatas, tentu masih ada hal-hal lain yang diperlukan guna mempersiapkan anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Sarana dan prasarana yang memadai mutlak diperlukan. Laboratorium dan perpustakaan harus bisa menjadi media bagi siswa untuk mengembangkan diri.
Maju terus guru Indonesia. Bekali diri kita dengan elemen-elemen yang diperlukan untuk menjadi guru masa depan bagi anak didik kita.
Jika Anda hendak menambahkan konten, silahkan ditulis dalam form komentar yang ada di bawah artikel Menjadi Guru Masa Depan ini.
PENDIDIKAN
Salah satu pengertian pendidikan yang sangat umum dikemukakan oleh Driyarkara (1980) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan di dalam seluruh proses atau upaya pendidikan. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa "Pendidikan adalah Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang".
Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan adalah sekolah dasar.
Di sekolah inilah anak didik mengalami proses pendidikan dan
pembelajaran. Dan, secara umum pengertian sekolah dasar dapat kita
katakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses
pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan
ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun
dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan
kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya. Pendidikan dasar
memang diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan
keterampilan bagi anak didik. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya
dikembangkan untuk meningkatkan kualitas diri anak didik. Kita
seharusnya memahami pengertian sekolah dasar sehingga dapat mengikuti
setiap kegiatan yang diselenggarakan di tingkat ini. Walaupun, kita
pengenal pendidikan anak usia dini (PAUD), tetapi setidaknya mereka
lebih mengedepankan untuk melatih anak bersosialisasi dengan teman dan
masyarakat, bukan untuk mengikuti pendidikan dan pembelajaran yang
mengarah pada pemahaman pengetahuan.
Tujuan Pendidikan Dasar
Berkenaan dengan tujuan operasional pendidikan SD, dinyatakan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar yaitu memberi bekal kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan dan ketrampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar dapat diuraikan secara terperinci, seperti berikut :
- Memberikan Bekal Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung.
- Memberikan Pengetahuan dan Ketrampilan Dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.
- Mempersiapkan Siswa untuk Mengikuti Pendidikan di SLTP.
Pengertian sekolah dasar dapat
dikatakan sebagai kegiatan mendasari tiga aspek dasar, yaitu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini merupakan dasar
atau landasan pendidikan yang paling utama. Hal ini karena ketiga aspek
tersebut merupakan hal paling hakiki dalam kehidupan. Kita membutuhkan
sikap-sikap hidup yang positif agar kehidupan kita lancar. Kita juga
membutuhkan dasar-dasar pengetahuan agar setiap kali berinteraksi tidak
ketinggalan informasi. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah
keterampilan. Di sekolah dasar, kegiatan pembekalan diberikan selama
enam tahun berturut-turut. Pada saat inilah anak didik dikondisikan
untuk dapat bersikap sebaik-baiknya. Pengertian sekolah dasar sebagai
basis pendidikan harus benar-benar dapat dipahami oleh semua orang
sehingga mereka dapat mengikuti pola pendidikannya. Tentunya, dalam hal
ini, kegiatan pendidikan dan pembelajarannya mengedepankan landasan bagi
kegiatan selanjutnya. Tanpa pendidikan dasar, tentunya sulit bagi kita
untuk memahami konsep-konsep baru pada tingkatan lebih tinggi.
Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengubah kurikulum KTSP 2006 dengan kurikulum baru
yang akan mulai berlaku 2013 sudah bisa dipastikan akan benar terjadi.
Kurikulum pendidikan nasional yang saat ini masih digodok dan jadwalnya
akan Februari 2013 nanti terjadi penyederhanaan jumlah mata pelajaran.
Kurikulum pendidikan nasional dengan konsep penyederhanaan jumlah mata pelajaran terus digodok bersama tim dari pemerintah pusat dan sejumlah pakar pendidikan. Hampir dipastikan untuk siswa sekolah dasar (SD) hanya akan ada 7 mata pelajaran dari 11 mata pelajaran sebelumnya diajarkan di bangku sekolah dasar.
Seperti dikatakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Suyanto yang dikutip dari Kompas (02/10). Inilah 7 mata pelajaran yang akan diajarkan untuk siswa SD di kurikulum pendidikan baru 2013:
1. Pendidikan Agama
2. Bahasa Indonesia
3. PPKn
4. Matematika
5. Kesenian
6. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Kesehatan
7. Pengetahuan Umum
Khusus untuk mata pelajaran IPA dan IPS, Kemendikbud menilai kedua mata pelajaran itu belum perlu dipisahkan untuk jenjang SD. Diwacanakan, keduanya akan dilebur menjadi satu mata pelajaran bernama Pengetahuan Umum yang memiliki muatan yang terintegrasi dengan jenjang SMP dan SMA.
Sebelumnya Suyanto juga menyampaikan jumlah mata pelajaran di SD untuk kurikulum pendidikan baru ini akan lebih disederhanakan, tetapi muatannya lebih mendalam. Hal ini berbeda dengan kondisi mata pelajaran di SD saat ini yang cakupannya terlalu luas, tetapi tidak sebanding dengan isi materinya.
Kemendikbud memilih mata pelajaran yang lebih mengedepankan pembentukan sikap dan mengandung dasar-dasar mata pelajaran yang memiliki substansi pengembangan wawasan umum. Kurikulum baru ini akan mulai disosialisasikan dan diuji publik sebelum Februari 2013, dan mulai berlaku pada tahun ajaran 2013-2014. Bagaimana komentar Bapak Ibu Guru dengan penyerderhanaan mata pelajaran di SD dengan menjadi 7 mata pelajaran saja? Tulis saja di kolom komentar!
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-di-kurikulum.html#ixzz2Cv6FlLfH
Kurikulum pendidikan nasional dengan konsep penyederhanaan jumlah mata pelajaran terus digodok bersama tim dari pemerintah pusat dan sejumlah pakar pendidikan. Hampir dipastikan untuk siswa sekolah dasar (SD) hanya akan ada 7 mata pelajaran dari 11 mata pelajaran sebelumnya diajarkan di bangku sekolah dasar.
Seperti dikatakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Suyanto yang dikutip dari Kompas (02/10). Inilah 7 mata pelajaran yang akan diajarkan untuk siswa SD di kurikulum pendidikan baru 2013:
1. Pendidikan Agama
2. Bahasa Indonesia
3. PPKn
4. Matematika
5. Kesenian
6. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Kesehatan
7. Pengetahuan Umum
Khusus untuk mata pelajaran IPA dan IPS, Kemendikbud menilai kedua mata pelajaran itu belum perlu dipisahkan untuk jenjang SD. Diwacanakan, keduanya akan dilebur menjadi satu mata pelajaran bernama Pengetahuan Umum yang memiliki muatan yang terintegrasi dengan jenjang SMP dan SMA.
Sebelumnya Suyanto juga menyampaikan jumlah mata pelajaran di SD untuk kurikulum pendidikan baru ini akan lebih disederhanakan, tetapi muatannya lebih mendalam. Hal ini berbeda dengan kondisi mata pelajaran di SD saat ini yang cakupannya terlalu luas, tetapi tidak sebanding dengan isi materinya.
Kemendikbud memilih mata pelajaran yang lebih mengedepankan pembentukan sikap dan mengandung dasar-dasar mata pelajaran yang memiliki substansi pengembangan wawasan umum. Kurikulum baru ini akan mulai disosialisasikan dan diuji publik sebelum Februari 2013, dan mulai berlaku pada tahun ajaran 2013-2014. Bagaimana komentar Bapak Ibu Guru dengan penyerderhanaan mata pelajaran di SD dengan menjadi 7 mata pelajaran saja? Tulis saja di kolom komentar!
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-di-kurikulum.html#ixzz2Cv6FlLfH
Inilah Isi Draf Perubahan Kurikulum Baru SD
Sebelum kurikulum 2013 diuji publik sekitar November 2012 dan diterapkan mulai tahun ajaran baru 2013, terlebih dahulu dipaparkan draf perubahan kurikulum tersebut ke Wakil Presiden RI Boediono. Pada Juni 2013 nanti direncanakan sekolah yang ada di Indonesia sudah mulai menggunakan kurikulum baru. Penataan kurikulum pendidikan ini adalah salah satu target yang harus diselesaikan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di sektor pendidikan.
Perubahan kurikulum mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK) ini dilakukan untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar anak-anak ini mampu bersaing di masa depan.
Kurikulum baru SD menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio yang saling melengkapi. "Siswa untuk mata pelajaran tahun depan sudah tidak lagi banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains," kata M Nuh. Berikut adalah perubahan kurikulum pendidikan baru untuk tingkat SD.
Pelajaran berbasis tematik
Sebelumnya hanya pada kelas rendah saja pelaksanaan pembelajaran tematik, dan kelas tinggi setiap mata pelajaran terkesan terpisah atau berdiri sendiri. Untuk kurikulum baru, anak-anak SD tidak lagi mempelajari masing-masing mata pelajaran secara terpisah. Pembelajaran berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar ini menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.
Hanya ada 6 mata pelajaran
Untuk tingkat SD, saat ini ada 10 mata pelajaran yang diajarkan, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta Muatan lokal dan Pengembangan diri. Pada kurikulum baru, mata pelajaran untuk anak SD yang semula berjumlah 10 mata pelajaran dipadatkan menjadi 6 mata pelajaran, yaitu Agama, PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni Budaya.
Pramuka menjadi ekskul wajib
Seperti diberitakan sebelumnya, khusus untuk Pramuka adalah mata pelajaran atau ekstra kurikuler wajib dan itu diatur dalam undang-undang. Pramuka ini akan jadi ekskul wajib untuk berbagai jenjang tidak hanya di SD. Nantinya akan juga akan bekerjasama dengan Kemenpora.
Bahasa Inggris hanya sebagai kegiatan ekskul
Sebelumnya terjadi polemik mengenai bahasa Inggris di SD, yaitu bahasa Inggris akan dihapus dari kurikulum SD. Rencana penghapusan bahasa Inggris dari kurikulum SD ini didasari kekhawatiran akan membebani siswa dan memprioritaskan terhadap penguasaan Bahasa Indonesia. Ternyata untuk tingkat SD ini, di kurikulum baru 2013 Bahasa Inggris termasuk dalam kegiatan ekstra kurikuler bersama dengan Palang Merah Remaja (PMR), UKS, dan Pramuka.
Mapel IPA dan IPS diintegrasikan dengan 6 mapel lain
Empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, muatan lokal, dan pengembangan diri, di kurikulum baru SD akan diintegrasikan dengan enam mata pelajaran lainnya. Untuk mata pelajaran IPA akan menjadi materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Mata pelajaran IPS akan menjadi pembahasan materi pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sedangkan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan Seni Budaya
Belajar di sekolah lebih lama
Ternyata pemadatan mata pelajaran dalam kurikulum baru ini justru membuat lama belajar anak di sekolah bertambah. Metode baru pada kurikulum ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan mengobservasi setiap tema yang menjadi bahasan. Untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam seminggu bertambah menjadi 30-32 jam seminggu. Sedangkan untuk kelas IV-VI yang semula belajar selama 32 jam per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per minggu.
Itulah isi perubahan kurikulum baru yang akan diterapkan pada tahun ajaran baru Juni 2013 untuk anak-anak SD. Sistem pembelajaran berbasis tematik integratif ini telah dijalankan di banyak negara, seperti Inggris, Jerman, Perancis, Finlandia, Skotlandia, Australia, Selandia Baru, sebagian Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, Hongkong, dan Filipina. Penambahan jam belajar di sekolah dianggap masih sesuai karena dibandingkan negara lain, Indonesia terbilang masih singkat durasinya untuk anak usia 7-9 tahun. Dengan pemadatan mata pelajaran dan pembelajaran berbasis tema ini, anak-anak juga tidak akan lagi kerepotan membawa buku yang banyak dalam tasnya.
Dipublikasikan Jumat, 16 November 2012
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/11/inilah-isi-draf-perubahan-kurikulum.html#ixzz2Cv1zEWTt
Langganan:
Postingan (Atom)