Sabtu, 01 Desember 2012

GURU JUGA MANUSIA

Guru adalah profil yang patut digugu dan ditiru. Digugu karena ilmu yang diberikan guru sangat bermanfaat bagi siswanya untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Ditiru karena keteladanan sikap dan prilaku guru yang baik.

Kalimat di atas tidak asing lagi bagi orang yang pernah belajar pada guru di sekolah. Digugu dan ditiru hanyalah dua istilah sebagai landasan filosofi hidup yang perlu diterapkan oleh guru dalam kehidupannya sehari-hari. Akan tetapi, guru juga memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai manusia biasa. Dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, seorang guru hanya menampilkan sifat manusiawinya dan bukan malaikat.

Guru yang dianggap orang yang serba tahu ternyata memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan. Itu makanya, seorang guru harus lebih banyak belajar di samping harus melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan pelatih. Jika memiliki kekurangan dan keterbatasan dalam menghadapi siswa, tentu lebih bijaksana untuk mengakuinya secara jujur. Tidak sok tahu di depan siswa-siswanya.

Kejujuran guru di depan siswa tidak akan menjatuhkan harga dirinya. Justru sebaliknya, akan menaikkan harkat guru itu sendiri. Selain itu akan menyadarkan para siswa bahwa guru juga manusia. Sebaliknya, sikap sok tahu dan egois yang ditunjukkan guru di depan siswa akan menyebabkan siswa berfikiran yang kurang baik terhadap guru.




dari UKG sampai PKG

Sepertinya,  para guru di negeri ini, khususnya yang sudah disertifikasi,  belum akan khusuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik profesional. Kompetensi para guru profesional kembali akan diuji setelah pengujian melalui uji kompetensi guru ( UKG ).
Seperti sudah diketahui, beberapa waktu lalu telah dilakukan UKG sebanyak dua tahap. UKG tahap dua dinilai lancar dan sukses jika dibandingkan UKG tahap sebelumnya. Lancar dan suksesnya UKG ditinjau dari proses  pelaksanaanya.  Di pihak siswa, proses UKG ini telah mengharuskan guru meninggalkan siswanya di sekolah secara bergiliran sesuai jadwal masing-masing. Mau tidak mau guru harus mendahulukan UKG ketimbang melaksanakan tugas pokoknya bersama siswa di ruang kelas.  Coba bayangkan,  di daerah tertentu,  guru yang mengajar di pedesaan harus mengikuti UKG di pusat kota kabupaten.  Sementara siswa terpaksa ditinggalkan oleh guru secara bergiliran.
Pada tahun 2013 yang akan datang, pemerintah melalui Kementrian pendidikan dan Kebudayaan, kembali akan menguji kompetensi guru melalui tajuk menguji dan mengukur kinerja guru. Seperti yang admin peroleh melalui sebuah sumber, penilaian kinerja guru (PKG) akan dilakukan terhadap guru secara individual seperti yang diterapkan pada UKG.
Ada yang menarik dari rencana pengukuran dan penilaian kinerja guru. PKG lebih terfokus pada performa atau penampilan guru di lapangan. Hal ini memamng patut disambut dengan baik oleh semua guru. Pertama, guru bisa membuktikan bahwa keberhasilan pada UKG akan diuji praktiknya di lapangan. Disini, performa guru profesional sangat ditantang. Kedua, siswa tidak lagi alkan ditinggalkan oleh guru seperti halnya pada UKG.
Untuk menghadapi PKG yang akan datang,  pihak kementrian pendidikan dan klebudayaan sudah menyiapkan instrumeen penilaian dan pengukuran kinerja guru. Indikator penilaian yang sangat kental adalah kedatangan  guru di sekolah, efektifitas guru dalam mengajar yang dibuktikan dengan prestasi belajar siswa.*  


8 CIRI GURU YANG BAIK



8 ciri guru yang baik – Mungkin saja sobat pernah membaca sebuah buku yang termashur dimana-mana karya Thomas Gordon. Seorang penyelenggara kursus-kursus keterampilan yang terkenal di Amerika Serikat.  Dalam bukunya yang berjudul: Teacher Effectiveness Training, mengemukakan 8 (delapan) definisi guru yang baik. Uniknya, definisi ini justru diambil dari mitos umum tentang guru dan pengajaran.

Kedelapan mitos  guru yang baik itu adalah:

1. Tenang dan tidak menunjukkan emosi yang menyala,

2. Tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada peserta didiknya,

3. Dapat menyembunyikan perasaannya dari peserta didik,

4. Memandang semua peserta didik sama,

5. Mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, bebas, motivator, dan semangat,

6. Konsisten, tidak berubah-ubah pendirian dan jarang melakukan kesalahan,

7. Pandai, bijaksana dalam memperlakukan siswa dan mampu menjawab pertanyaan siswa,

8. Sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada peserta didik.
Dari delapan mitos tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang baik harus lebih dalam segala hal: lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, lebih sempurna dari orang-orang pada umumnya. Kelompok yang menerima mitos ini beranggapan bahwa mengajar berarti upaya mengatasi kelemahan manusia.  Anggapan  ini  menuntut seorang guru melampaui batas sifat-sifat manusiawinya.

Sebagai manusia biasa guru juga memiliki keterbatasan, kelemahan dan kekurangan. Itu artinya, di dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, sifat-sifat manusiawinya akan selalu muncul. Oleh sebab itu guru selalu berupaya meningkatkan kualitas diri dan profesionalismenya secara bertahap. Misalnya melalui program penataran/pelatihan dan kualifikasi.***

GURU SEBAGAI DESAINER PEMBELAJARAN



Dalam pemandangan sehari-hari di sekolah tidak lagi menjadi hal yang asing jika seorang guru menenteng tas besar dan cukup berat. Di dalam tas tersebut ada laptop dan sejumlah dokumen pembelajaran. Konon ini menjadi ciri khas guru profesional. Akan menjadi asing bila seorang guru tidak membawa perangkat apapun ke dalam kelas, kecuali alat tulis dan beberapa catatan kecil di kantong celana. Konon juga, ini pertanda guru tidak profesional. Benarkah?
 Melaksanakan pembelajaran di ruang kelas sebenarnya adalah menerapkan rancangan atau disain pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Rancangan pembelajaran tersebut, idealnya memang dalam bentuk tertulis. Hal ini sekaligus akan berfungsi sebagai bukti fisik bahwa guru telah nyata-nyata menyusun program pembelajaran.
Dalam praktik sehari-hari, sering kali terjadi penyimpangan antara desain pembelajaran dengan pelaksanaannya. Artinya, proses yang dijalankan guru tidak sesuai dengan desain yang telah dibuat sebelumnya. Di dalam kelas, guru tidak dapat melaksanakan programnya dengan baik karena kondisi kelas kurang kondusif. Untuk memarahi dan menasihati siswa saja, sudah habis waktu sekian menit. Hal ni dialami oleh guru profesional yang kurang mampu menguasai dinamika kelas dengan baik.
Guru sudah capek menyusun perangkat pembelajaran dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kegiatan perancangan yang dilakukan antara lain menetapkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, materi pelajaran, strategi dan metode, serta penilaian pembelajaran. Namun RPP  itu hanya menjadi agenda mati saja. Bahkan hanya sekadar bukti fisik bahwa guru sudah merancang pembelajaran.
Melencengnya antara rencana dan pelaksanaan pembelajaran masih dapat dimaklumi jika masih dalam batas normal.  Hal ini wajar karena guru menghadapi siswa yang dinamis dan bukan benda mati yang bisa diutak-atik sesuka hati. Oleh sebab itu, keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran sangat dibutuhkan.
Sebagai desainer pembelajaran, keterampilan guru tidak hanya sekadar menciptakan sebuah rancangan pembelajaran yang bagus. Lebih dari itu, desain pembelajaran yang dibuat haruslah dapat dilaksanakan (aplicable). Rancangan pembelajaran didesain betul-betul sesuai dengan kondisi sekolah, karakter siswa dan lingkungan belajar.  Jika guru hanyalah sekadar desainer copy-paste, kemungkinan besar akan terjadi ketimpangan antara rancangan pembelajaran dengan pelaksanaan  pembelajaran di ruang kelas. Mengapa? Kondisi setiap sekolah akan berbeda-beda sehingga terdapat perbedaan khusus dalam perancangan pembelajaran.* 


pendidikan karakter sekolah

Upaya membangun karakter bangsa sejak dini melalui jalur pendidikan dianggap sebagai langkah yang  tepat. Mulai tahun pelajaran 2010/2011, pendidikan karakter telah diselipkan kedalam struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Setiap sekolah merumuskan bagaimana konsep pendidikan karakter yang tertuang dalam kurikulum sekolah masing-masing.

Persoalannya adalah bagaimana penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum tersebut. Apakah mesti ada mata pelajaran khusus pendidikan karakter, atau apakah mesti diintegrasikan kedalam materi pelajaran masing-masing mata pelajaran?  Ataukah kita tunggu saja metode lain yang lebih jitu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah? 

Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun, ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya, perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.

Tentu saja cukup beraneka ragam metode pembiasaan yang diterapkan di setiap sekolah. Semua yang dilakukan oleh warga sekolah tersebut bertujuan untuk membangun karakter bangsa. Namun yang lebih penting lagi adalah keteladanan dari pengelola pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga administratif tidak cukup hanya dengan menghimbau agar siswa rapi berpakaian, mematuhi disiplin sekolah, sopan santun terhadap sesama teman dan terhadap guru.

Landasan pemikiran metode pembiasaan dan keteladanan adalah kecenderungan anak usia sekolah untuk meniru mode dan kebiasaan yang lagi ngetrend di lingkungannya. Siswa sangat getol meniru mode rambut, pakaian, ucapan dan tingkah laku unik. Kadang-kadang hal tersebut bertentangan dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya dan  aturan serta tata tertib siswa di sekolah pada khususnya . ***