Guru adalah profil yang patut digugu dan ditiru.
Digugu karena ilmu yang diberikan guru sangat bermanfaat bagi siswanya
untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Ditiru karena keteladanan sikap dan prilaku guru yang baik.
Kalimat di atas tidak asing lagi bagi orang yang pernah belajar pada guru di sekolah. Digugu dan ditiru
hanyalah dua istilah sebagai landasan filosofi hidup yang perlu
diterapkan oleh guru dalam kehidupannya sehari-hari. Akan tetapi, guru
juga memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai manusia biasa. Dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, seorang guru hanya menampilkan sifat manusiawinya dan bukan malaikat.
Guru yang dianggap orang yang serba tahu ternyata memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan.
Itu makanya, seorang guru harus lebih banyak belajar di samping harus
melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan pelatih. Jika memiliki
kekurangan dan keterbatasan dalam menghadapi siswa, tentu lebih
bijaksana untuk mengakuinya secara jujur. Tidak sok tahu di depan
siswa-siswanya.
Kejujuran guru di depan siswa tidak akan menjatuhkan harga dirinya.
Justru sebaliknya, akan menaikkan harkat guru itu sendiri. Selain itu
akan menyadarkan para siswa bahwa guru juga manusia.
Sebaliknya, sikap sok tahu dan egois yang ditunjukkan guru di depan
siswa akan menyebabkan siswa berfikiran yang kurang baik terhadap guru.
Baru belajar memulai di dunia maya sebatas sebagai tempat curhat insan manusia semoga bermanfaat
Sabtu, 01 Desember 2012
dari UKG sampai PKG
Sepertinya, para guru di negeri ini, khususnya yang sudah
disertifikasi, belum akan khusuk
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik profesional. Kompetensi para guru
profesional kembali akan diuji setelah pengujian melalui uji kompetensi guru (
UKG ).
Seperti sudah diketahui,
beberapa waktu lalu telah dilakukan UKG sebanyak dua tahap. UKG tahap dua
dinilai lancar dan sukses jika dibandingkan UKG tahap sebelumnya. Lancar dan
suksesnya UKG ditinjau dari proses
pelaksanaanya. Di pihak siswa,
proses UKG ini telah mengharuskan guru meninggalkan siswanya di sekolah secara
bergiliran sesuai jadwal masing-masing. Mau tidak mau guru harus mendahulukan
UKG ketimbang melaksanakan tugas pokoknya bersama siswa di ruang kelas. Coba bayangkan, di daerah tertentu, guru yang mengajar di pedesaan harus
mengikuti UKG di pusat kota kabupaten. Sementara siswa terpaksa ditinggalkan oleh
guru secara bergiliran.
Pada tahun 2013 yang akan
datang, pemerintah melalui Kementrian pendidikan dan Kebudayaan, kembali akan
menguji kompetensi guru melalui tajuk menguji dan mengukur kinerja guru.
Seperti yang admin peroleh melalui sebuah sumber, penilaian kinerja guru (PKG)
akan dilakukan terhadap guru secara individual seperti yang diterapkan pada
UKG.
Ada yang menarik dari rencana
pengukuran dan penilaian kinerja guru. PKG lebih terfokus pada performa atau
penampilan guru di lapangan. Hal ini memamng patut disambut dengan baik oleh
semua guru. Pertama, guru bisa membuktikan bahwa keberhasilan pada UKG akan
diuji praktiknya di lapangan. Disini, performa guru profesional sangat
ditantang. Kedua, siswa tidak lagi alkan ditinggalkan oleh guru seperti halnya
pada UKG.
Untuk menghadapi PKG yang akan
datang, pihak kementrian pendidikan dan
klebudayaan sudah menyiapkan instrumeen penilaian dan pengukuran kinerja guru.
Indikator penilaian yang sangat kental adalah kedatangan guru di sekolah, efektifitas guru dalam
mengajar yang dibuktikan dengan prestasi belajar siswa.*
8 CIRI GURU YANG BAIK
8 ciri guru yang baik – Mungkin saja sobat pernah membaca sebuah buku yang termashur dimana-mana karya Thomas Gordon. Seorang penyelenggara kursus-kursus keterampilan yang terkenal di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang berjudul: Teacher Effectiveness Training, mengemukakan 8 (delapan) definisi guru yang baik. Uniknya, definisi ini justru diambil dari mitos umum tentang guru dan pengajaran.
Kedelapan mitos guru yang baik itu adalah:
1. Tenang dan tidak menunjukkan emosi yang menyala,
2. Tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada peserta didiknya,
3. Dapat menyembunyikan perasaannya dari peserta didik,
4. Memandang semua peserta didik sama,
5. Mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, bebas, motivator, dan semangat,
6. Konsisten, tidak berubah-ubah pendirian dan jarang melakukan kesalahan,
7. Pandai, bijaksana dalam memperlakukan siswa dan mampu menjawab pertanyaan siswa,
8. Sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada peserta didik.
Dari delapan mitos tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang baik
harus lebih dalam segala hal: lebih mengerti, lebih memiliki ilmu
pengetahuan, lebih sempurna dari orang-orang pada umumnya. Kelompok yang
menerima mitos ini beranggapan bahwa mengajar berarti upaya mengatasi
kelemahan manusia. Anggapan ini menuntut seorang guru melampaui batas
sifat-sifat manusiawinya.
Sebagai
manusia biasa guru juga memiliki keterbatasan, kelemahan dan kekurangan.
Itu artinya, di dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik dan
pembimbing, sifat-sifat manusiawinya akan selalu muncul. Oleh sebab itu
guru selalu berupaya meningkatkan kualitas diri dan profesionalismenya secara bertahap. Misalnya melalui program penataran/pelatihan dan kualifikasi.***
GURU SEBAGAI DESAINER PEMBELAJARAN
Dalam pemandangan sehari-hari di sekolah tidak lagi menjadi hal yang asing jika seorang guru menenteng tas besar dan cukup berat. Di dalam tas tersebut ada laptop dan sejumlah dokumen pembelajaran. Konon ini menjadi ciri khas guru profesional. Akan menjadi asing bila seorang guru tidak membawa perangkat apapun ke dalam kelas, kecuali alat tulis dan beberapa catatan kecil di kantong celana. Konon juga, ini pertanda guru tidak profesional. Benarkah?
Melaksanakan pembelajaran di ruang kelas
sebenarnya adalah menerapkan rancangan atau disain pembelajaran yang telah
dibuat sebelumnya. Rancangan pembelajaran tersebut, idealnya memang dalam
bentuk tertulis. Hal ini sekaligus akan berfungsi sebagai bukti fisik bahwa
guru telah nyata-nyata menyusun program pembelajaran.
Dalam
praktik sehari-hari, sering kali terjadi penyimpangan antara desain pembelajaran
dengan pelaksanaannya. Artinya, proses yang dijalankan guru tidak sesuai dengan
desain yang telah dibuat sebelumnya. Di dalam kelas, guru tidak dapat
melaksanakan programnya dengan baik karena kondisi kelas kurang kondusif. Untuk
memarahi dan menasihati siswa saja, sudah habis waktu sekian menit. Hal ni
dialami oleh guru profesional yang kurang mampu menguasai dinamika kelas dengan
baik.
Guru
sudah capek menyusun perangkat pembelajaran dalam bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Kegiatan perancangan yang dilakukan antara lain menetapkan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai, materi pelajaran, strategi dan metode, serta
penilaian pembelajaran. Namun RPP itu hanya
menjadi agenda mati saja. Bahkan hanya sekadar bukti fisik bahwa guru sudah
merancang pembelajaran.
Melencengnya
antara rencana dan pelaksanaan pembelajaran masih dapat dimaklumi jika masih
dalam batas normal. Hal ini wajar karena
guru menghadapi siswa yang dinamis dan bukan benda mati yang bisa diutak-atik
sesuka hati. Oleh sebab itu, keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran
sangat dibutuhkan.
Sebagai desainer
pembelajaran,
keterampilan guru tidak hanya sekadar menciptakan sebuah rancangan pembelajaran
yang bagus. Lebih dari itu, desain pembelajaran yang dibuat haruslah dapat
dilaksanakan (aplicable). Rancangan pembelajaran didesain betul-betul sesuai
dengan kondisi sekolah, karakter siswa dan lingkungan belajar. Jika guru hanyalah sekadar desainer
copy-paste, kemungkinan besar akan terjadi ketimpangan antara rancangan
pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran di ruang kelas. Mengapa? Kondisi
setiap sekolah akan berbeda-beda sehingga terdapat perbedaan khusus dalam
perancangan pembelajaran.*
pendidikan karakter sekolah
Upaya membangun karakter bangsa sejak dini melalui jalur pendidikan dianggap sebagai langkah yang tepat. Mulai tahun pelajaran 2010/2011, pendidikan karakter telah diselipkan kedalam struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Setiap sekolah merumuskan bagaimana konsep pendidikan karakter yang tertuang dalam kurikulum sekolah masing-masing.
Persoalannya adalah bagaimana penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum tersebut. Apakah mesti ada mata pelajaran khusus pendidikan karakter, atau apakah mesti diintegrasikan kedalam materi pelajaran masing-masing mata pelajaran? Ataukah kita tunggu saja metode lain yang lebih jitu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah?
Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun, ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya, perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.
Tentu saja cukup beraneka ragam metode pembiasaan yang diterapkan di setiap sekolah. Semua yang dilakukan oleh warga sekolah tersebut bertujuan untuk membangun karakter bangsa. Namun yang lebih penting lagi adalah keteladanan dari pengelola pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga administratif tidak cukup hanya dengan menghimbau agar siswa rapi berpakaian, mematuhi disiplin sekolah, sopan santun terhadap sesama teman dan terhadap guru.
Landasan pemikiran metode pembiasaan dan keteladanan adalah kecenderungan anak usia sekolah untuk meniru mode dan kebiasaan yang lagi ngetrend di lingkungannya. Siswa sangat getol meniru mode rambut, pakaian, ucapan dan tingkah laku unik. Kadang-kadang hal tersebut bertentangan dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya dan aturan serta tata tertib siswa di sekolah pada khususnya . ***
Persoalannya adalah bagaimana penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum tersebut. Apakah mesti ada mata pelajaran khusus pendidikan karakter, atau apakah mesti diintegrasikan kedalam materi pelajaran masing-masing mata pelajaran? Ataukah kita tunggu saja metode lain yang lebih jitu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah?
Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun, ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya, perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.
Tentu saja cukup beraneka ragam metode pembiasaan yang diterapkan di setiap sekolah. Semua yang dilakukan oleh warga sekolah tersebut bertujuan untuk membangun karakter bangsa. Namun yang lebih penting lagi adalah keteladanan dari pengelola pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga administratif tidak cukup hanya dengan menghimbau agar siswa rapi berpakaian, mematuhi disiplin sekolah, sopan santun terhadap sesama teman dan terhadap guru.
Landasan pemikiran metode pembiasaan dan keteladanan adalah kecenderungan anak usia sekolah untuk meniru mode dan kebiasaan yang lagi ngetrend di lingkungannya. Siswa sangat getol meniru mode rambut, pakaian, ucapan dan tingkah laku unik. Kadang-kadang hal tersebut bertentangan dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya dan aturan serta tata tertib siswa di sekolah pada khususnya . ***
Langganan:
Postingan (Atom)